“Hai orang-orang yang beriman, apabila
kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian
sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian, dan (basuh) kaki kalian sampai
dengan kedua mata kaki.” (Al-Maidah:
6).
Hukum Thaharah
1. Dalil Normatif Thaharah
Thaharah hukumnya wajib berdasarkan Alquran dan sunah. Allah
Taala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, apabila
kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian
sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian, dan (basuh) kaki kalian sampai
dengan kedua mata kaki.” (Al-Maidah: 6).
Allah juga berfirman, “Dan, pakaianmu bersihkanlah.” (Al-Mudatstsir:
4).
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai
orang-orang yang menyucikan diri.” (Al-Baqarah: 222).
Rasulullah bersabda (yang artinya), “Kunci salat adalah
bersuci.” Dan sabdanya, “Salat tanpa wudu tidak diterima.” (HR
Muslim). Rasulullah saw. Bersabda, “Kesucian adalah setengah iman.” (HR
Muslim).
2. Penjelasan tentang Thaharah
Thaharah itu terbagi menjadi dua bagian: lahir dan
batin. Thaharah batin adalah membersihkan jiwa dari
pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat dengan bertobat dengan sebenar-benarnya dari
semua dosa dan maksiat, dan membersihkan hati dari kotoran syirik, ragu-ragu,
dengki, khianat, sombong, ujub, riya, dan sum'ah dengan ikhlas, yakin, cinta
kebaikan, lemah lembut, benar, tawadu, dan mengharapkan keridaan Allah SWT
dengan semua niat dan amal saleh.
Adapun thaharah lahir adalah bersuci dari najis dan dari hadats (kotoran
yang bisa dihilangkan dengan wudu, mandi, atau tayammum).
Thaharah dari najis adalah menghilangkan najis dengan air yang suci, baik
dari pakaian orang yang hendak salat, badan, ataupun tempat
salatnya. Thaharah dari hadats adalah dengan wudu, mandi, atau
tayamum.
Alat Thaharah
Thaharah bisa dilakukan dengan dua hal.
1. Air mutlak, yaitu air asli yang tidak tercampuri oleh
sesuatu apa pun dari najis, seperti air sumur, air mata air, air lembah, air
sungai, air salju, dan air laut, berdasarkan dalil-dalil berikut. “Dan
Kami turunkan dari langit air yang amat suci.” (Al-Furqan: 48). Rasulullah saw.
bersabda,“Air itu suci, kecuali bila sudah berubah aromanya, rasanya, atau
warnanya karena kotoran yang masuk padanya.” (HR Al-Baihaqi. Hadis ini
daif, namun mempunyai sumber yang sahih).
2. Tanah yang suci, atau pasir, atau batu, atau tanah
berair. Rasulullah saw. bersabda, “Dijadikan bumi itu sabagai masjid
dan suci bagiku.” (HR Ahmad). Tanah dijadikan sebagai
alat thaharah jika tidak ada air, atau tidak bisa menggunakan air
karena sakit, dan Karena sebab lain. Allah berfirman, ”…kemudian kalian
tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah kalian dengan tanah yang suci.” (An-Nisa:
43).
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya tanah yang baik (bersih)
adalah alat bersuci seorang muslim, kendati ia tidak mendapatkan air selama
sepuluh tahun. Jika ia mendapatkan air, maka hendaklah ia menyentuhkannya ke
kulitnya.” (HR Tirmizi, dan ia menghasankannya).
“Rasulullah saw. mengizinkan Amr bin Ash r.a. bertayammum dari
jinabat pada malam yang sangat dingin, karena ia menghawatirkan keselamatan
dirinya jika ia mandi dengan air yang dingin.” (HR Bukhari).
Penjelasan tentang Hal yang Najis
Hal-hal yang najis adalah setiap yang keluar dari dua lubang manusia,
berupa tinja dan air kencing, atau mazi (lendir yang keluar
dari kemaluan karena syahwat), atau wadi (cairan putih yang keluar selepas
kencing), atau mani, air kencing, dan kotoran hewan yang dagingnya tidak boleh
dimakan, darah, nanah, air muntahan yang telah berubah, bangkai dan organ
tubuhnya kecuali kulitnya, karena jika disamak kulitnya menjadi suci.
Rasulullah saw. bersabda, “Setiap kulit yang sudah disamak, maka
menjadi suci.” (HR Muslim).
Salah satu inti ajaran yang tidak bisa terpisahkan
dari agama Islam adalah thaharah. Islam menghendaki umatnya menjadi umat yang
bersih dan suci, baik lahir maupun batin. Segala bentuk kotoran yang dapat
merusak kesucian lahir dan batin manusia pasti dilarang oleh Islam. Islam
bahkan menjadikan kesucian setengah dari iman. Tentunya yang dimaksud kesucian
di sini adalah kesucian lahir dan batin atau kesucian jasmani dan rohani.
Konsep Thaharah Dalam Islam
Secara umum thaharah dapat dibagi menjadi dua yaitu:
thaharah zhahir thaharah batin. Allah Swt berfirman,
"Innallâha yuhibbut tawwâbîn wayuhibbul mutathahhirîn" (Sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri). Taubat dalam
ayat di atas adalah cara membersihkan diri dari kotoran batin (rijs),
sedangkan thaharah adalah cara membersihkan diri kotoran zahir (najis).
(1) Adapun thaharah zahir ada dua macam yaitu, (a)
thaharah dari khabats (kotoran yang tampak) atau disebut juga
dengan najis 'ainy/hissy, dan (b) thaharah dari hadats (keadaan
yang dihukumi oleh syariat sebagai sifat tidak suci) yang disebut juga najis hukmy/maknawy. Kedua
kotoran ini (Khabats dan hadats) masing-masing memiliki
pembagian dan cara membersihkannya. Allah Swt menjadikan kedua
thaharah ini sebagai hal yang sangat penting. Tidak heran jika Allah
menjadikannya menjadi syarat sahnya ibadah yang paling pokok dalam dalam Islam
yaitu shalat.
Khabats memiliki tiga
pembagian yaitu: (a) Mughallazhah(berat), seperti liur babi dan
anjing) dibersihkan dengan air tujuh kali, dan salah satunya dicampur dengan
tanah. (b)Mutawassithah (sedang), seperti kotoran manusia,
dibersihkan dengan air sampai hilang warna dan baunya. (c) Mukhaffafah(ringan),
seperti air kencing bayi laki-laki yang belum makan apapun selain susu ibunya.
Cara membersihkannya cukup dengan memercikkan air di atasnya. Adapun hadats mempunyai
dua pembagian yaitu (a) hadats kecil yang dihilangkan dengan
berwudhu dan (b) hadats besar (junub, dan haid dan nifas) yang
dihilangkan dengan ghusl (mandi wajib).
(2) Sedangkan thaharah batin juga ada dua macam yaitu:
(a) Thaharah amal perbuatan dari dosa dan maksiat,
baik dosa besar maupun dosa kecil. Dosa besar seperti dosa-dosa besar yang
disebutkan Nabi Saw yaitu, perbuatan syirik[1], membunuh manusia
dengan jalan yang tidak benar, sihir, memakan harta riba, memakan harta anak
yatim, berbuat zina, durhaka kepada orang tua, mencuri, menuduh perembuan
baik-baik berzina, lari dari medan pertempuran dan sebagainya. Dosa kecil
seperti melalaikan tugas dan kewajiban, menyia-nyikan waktu, berkata kotor dan
tidak bermanfaat dengan sengaja, memandang kepada hal-hal yang diharamkan, suka
membicarakan dan mendengar aib orang lain, suka berbicara atau berbuat kasar
yang menyakiti hati orang lain dan sebagainya. Cara membersihkan semua itu adalah
dengan bertaubat dan menggantinya dengan amal shalih. Allah berfirman, "Innal
hasanât yudzhibnas sayyi'ât." (Sesungguhnya perbuatan baik itu
akan menghapus perbuatan buruk)
(b) Thaharah dari aib dan penyakit hati, seperti riya' dan'ujub dalam
melaksanakan kebaikan (tidak ikhlas karena Allah), sombong, dengki terhadap
kebahagiaan orang lain, khianat terhadap kepercayaan yang diberikan, tidak
merasa takut kepada Allah dan meremehkan perintah dan larangannya, tidak
bersyukur kepada nikmat-Nya, tidak bersabar terhadap cobaan-Nya dan sebagainya,
tidak ridha dengan qadha' dan qadar-Nya, dan
sebagainya. Cara membersihkannya adalah dengan bertaubat sebagaimana firman
Allah di atas "Innallâha yuhibbut tawwâbîn..." (sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang bertaubat...) dan menyempurnakan ibadah hati
seperti ikhlas,ridha, khauf, roja' syukur, sabar,
tawakkal, mahabbatullah dan sebagainya.
Rasulullah Saw bersabda, "At-Thuhûr
syathrul îmân."(kesucian adalah setengah dari iman). Tidakkah kita
memperhatikan betapa tinggi makna ungkapan Rasulullah di atas? Apakah hikmah
mengapa Rasulullah mengatakan thaharah adalah setengah dari iman? Iman adalah
segala-galanya bagi orang muslim, dan setengah dari iman itu adalah kesucian.
Hal ini karena kebersihan dan kesucian ini melingkupi seluruh aktivitas seorang
muslim, baik yang zahir maupun yang batin.
Menurut ijmâ' ulama salaf, iman
adalah ikrar hati, ungkapan lisan dan amalan anggota badan. Artinya bahwa iman
mencakup amalan hati (sabar, syukur, mahabbatullah, tawakkal, ridha,
dll) dan amalan badan (shalat, puasa, haji dll). Sedangkan semua amalan
tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam dua jenis yaitu mengerjakan perintah
dan meninggalkan larangan. Dengan demikian, ketika seseorang berupaya membersihkan
hati dengan meninggalkan maksiat-maksiat hati, meninggalkan perbuatan
maksiat dan menghindari najis 'ainy, maka ia telah melakukan
setengah keimanan. Karena setengah lainnya adalahmelaksanakan ibadah hati
dan melakukan amal shalih dan melakukan thaharah badan.
Filosofi Kebersihan
Zahir
Di dalam Al-Quran, sering kali Allah Swt memberi
alasan terhadap larangan-larangan-Nya dengan perkataan, "innallâha
lâ yuhibbu..." (Sesungguhnya Allah tidak menyukai...),
sebagaimana juga memberi alasan terhadap perintah-Nya dengan perkataan,"Innallâha yuhibbu..."
(Sesunguhnya Allah menyukai...). Seperti halnya ayat tentang thaharah di
atas: "Sesungguhnya Allah menyukai/mencintai orang-orang yang
bertaubat dan orang-orang yang bersuci." (QS. Al-baqarah: 222).
Hal ini menunjukkan sifat kasih sayang yang penuh terhadap orang yang
diperintah ataupun dilarang. Sebagaimana perkataan seorang bapak yang melarang
anaknya berbuat jahat kepada temannya dengan mengatakan, "Jangan lakukan
itu...! ketika ditanya oleh anaknya, mengapa ia dilarang, sang bapak menjawab,
"Karena bapak tidak suka..."
Jawaban ini sebenarnya sudah cukup bagi anak yang
tidak mengerti akan rahasia di balik larangan itu. Demikian juga dengan manusia
yang keadaan tertentu tidak mengerti hikmah di balik larangan atau perintah
Allah. Cukuplah baginya alasan perintah atau larangan itu adalah bahwasanya
Allah suka atau tidak suka. Larangan sang bapak terhadap anaknya itu adalah
semata-mata karena kasih sayangnya, demi kebaikan si anak. Demikian juga
larangan Allah terhadap hamba-Nya adalah semata-mata rahmat dan demi kebaikan
hamba itu sendiri.(walillâhil matsaul a`lâ)
Walaupun demikian, pada dasarnya, hikmah thaharah ini
sangatlah nyata bagi kita dan dapat kita rasakan sendiri. Allah memerintahkan
kita untuk bersih dan rapi. Dia mewajibkan kita wudhu paling sedikit lima kali
sehari. Hal ini karena wajah, tangan, kepala, dan kaki adalah organ-organ tubuh
yang bersentuhan langsung dengan alam luar, bersentuhan dengan kotoran, debu,
sinar matahari, terpaan angin yang membawa kuman sehingga wajar saja jika
diperintah untuk selalu membasuhnya sehingga selalu bersih dan segar. Tidak
kalah pentingnya adalah, bahwa dosa-dosa kita akan mengalir keluar dari akhir
tetesan air wudhu kita. Jadi ibadah wudhu bukan sekedar membersihkan anggota
badan tetapi juga membersihkan diri dari dosa-dosa kecil. Oleh sebab itu
Rasulullah Saw mengajurkan setiap muslim untuk banyak berwudhu
(tetap dalam keadaan berwudhu/suci dari hadatskecil), bukan hanya
untuk shalat dan baca Al-Quran.
Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh imam
Al-Bukhari bahwa dalam seminggu Rasulullah Saw mewajibkan mandi
minimal sekali bagi umat Islam, yaitu ketika hendak melaksanakan ibadah shalat
jumat. (al-ghuslu wâjibun 'ala kulli muhtalim). Tetapi,
tentu hal ini adalah batas minimal. Selain itu juga Islam mewajibkan bagi
setiap muslim untuk mandi wajib setiap selesai melakukan hubungan suami-isteri.
Dalam masalah ini, orang yang tidak ahli dalam bidang kedokteran pun dapat
mengetahui pentingnya mandi setelah melakukan hubungan suami-isteri ini. Karena
mereka dapat merasakan sendiri bahwa mandi dapat mengembalikan kesegaran dan
kebugaran tubuh. Islam mewajibkan umatnya untuk membersihkan badan, pakaian dan
tempat dari najis dan kotoran.
Tentang penampilan yang bersih dan baik, Islam tidak
melalaikannya. Bahkan Islam menyebutnya sebagai fitrah manusia.
Rasulullah Saw menyabdakan bahwa ada beberapa aktivitas yang
merupakan fitrah manusia. Diantaranya ialah, memotong kuku, mencukur kumis,
mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, dan memanjangkan jenggot. Jika
kita memperhatikan semua aktivitas fitrah itu dengan seksama, semuanya
bertujuan untuk menjaga agar setiap muslim menjadi bersih dan suci.
Selain itu, beliau juga memerintahkan kepada umatnya
untuk selalu menjaga kebersihan gigi. Rasulullah menyeru umatnya untuk
melakukan siwak (sikat gigi) setiap hendak melakukan ibadah shalat. Bahkan
sampai akhir hayat, ketika Rasulullah menghadapi skaratul maut,
beliau sempat-sempatnya bersiwak. Tidakkah semua itu mengisyaratkan betapa
Islam sangat mementingkan kebersihan dan kesucian? Indahnya, bahwa Islam tidak
hanya menjadikan semua itu sebagai amalan bisa, tetapi menjadikannya ibadah
yang apabila dilaksanakan akan berpahala. Rasulullah Saw bersabda, "As-Siwâku
math·haratun li 'l-fami wa mardhâtun li 'r-Rabb." (HR. Bukhari)
(Siwak adalah kebirsihan bagi mulut dan keridhaan di sisi Allah)
Di dalam hadits yang lain, Rasulullah bersabda, "Man
kâna lahû sya'run falyukrimuh." (HR. Abu Daud). Artinya, barang
siapa yang dianugerahi rambut, hendaklah ia menghormatinya. Betapa indah
ungkapan Rasulullah ini. Beliau tidak hanya menyuruh untuk menjaga dan
memelihara rambut dengan baik tetapi juga menyuruh untuk menghormatinya.
Rasulullah juga mengajarkan umatnya berpakaian rapi
dan baik. Dalam sebuah hadits riwyat imam Malik diceritakan bahwa
Rasulullah Saw melihat salah seorang sahabat yang berpakaian
sanagat lusuh dan compang camping, akhirnya belau memanggil sahabat tersebut
dan memberinya dua potong baju yang bagus dan menyuruhnya untuk memakai
kedua-duanya sekaligus. Seorang sahabat mengadu kepada Rasulullah Saw bahwa
ia adalah seorang yang sangat senang berdandan rapi, memakai pakaian dan sandal
yang bagus, apakah semua itu merupakan suatu bentuk kesombongan? Rasulullah
menjawab, itu bukanlah kesombongan, karena Allah adalah Dzat Yang Maha indah
dan menyukai keindahan. Tetapi kesombongan adalah mengingkari kebenaran yang ia
ketahui dan merendahkan manusia. (Innallâha jamîlun yuhibbul jamâl,
al-kibru batharul haq wa ghamtun nâs)(HR. Muslim). Tetapi semua itu
haruslah dalam batas kewajaran dan kesederhanaan, karena Islam juga melarang berlebih-lebihan,
bermewah-mewahan dan melakukan perbuatan yang mubazzir, karena semua itu
merupakan perbuatan setan.
Allah Swt berfirman, "Yâ
banî Âdama khudzû zînatakum 'inda kulli masjid." (Wahai anak
Adam, gunakanlah perhiasan [pakaian yang bagus] setiap kali hendak ke masjid
(shalat). Perhatikalan betapa indah dan mulianya perintah ini. Bukankah
kebiasaan banyak kaum muslimin setiap hendak ke masjid, mereka malah
menggunakan pakaian yang biasa dan tidak mau berdandan rapi? Padahal ketika
menghadapi manusia, ia senang berwangi-wangian berdandan rapi. Tetapi Islam
bukan hanya memerintahkan untuk berdandan rapi menghadapi manusia, tetapi juga
berdandan rapi ketika menghadapi Allah Swt. Bukankah Allah adalah
tuhan yang paling berhak untuk diagungkan dengan pakaian dan dandanan yang
paling rapi?
Rasulullah melarang umatnya untuk pergi ke masjid
setelah makan bawang merah, bawang putih dan bengkoang (bawang bakung) karena
itu dapat menyakiti orang yang berada di samping kita dan mengganggu
kekhusukannya ketika shalat. Apalagi bau keringat dan bau ketiak yang
menyengat. Artinya bahwa kita disuruh untuk bersih dan wangi ketika hendak ke
masjid. Bahkan lebih itu Rasulullah bersabda: "Man akalal bashal
wal tstsûm wal kurrâts falâ yaqrabanna masjidana, fainnal malâikata tata'adzdzâ
mimmâ yata'adzdzâ minhu banû Âdam)(HR. Muslim) (Barag siapa yang telah
memakan bawang merah, bawang putih dan bengkoang, maka janganlah mereka
mendekati masjid kita ini, Karena sesungguhnya malaikat merasa tidak nyaman
dengan apa yang dirasa tidak nyaman oleh anak Adam."
Jika Islam memperhatikan kebersihan pribadi sedemikian
rupa, maka kebersihan tempat dan lingkungan jelas lebih diutamakan karena hal
itu menyangkut kebersihan dan kesehatan umum. Rasulullah Saw melarang
umatnya membuang kotoran di sembarang tempat, seperti di jalanan umum, tempat
tiupan angin dan tempat-tempat berteduh. Bel;iau juga melarang mengencingi air
yang diam bahkan air yang mengalir. Tetapi umat beliau sekarang bukan hanya
membuang kotoran biasa, melainkan membuang limbah industri ke sungai-sungai
yang jelas-jelas merusak lingkungan dan membahayakan kehidupan hewan dan
manusia. Semua itu termasuk perbuatan zalim yang dilarang oleh Islam.
Lihatlah betapa indah ajaran Islam ini. Islam mengatur
hal-hal yang paling kecil sampai hal yang paling besar. Umat siapa di dunia ini
yang diajarkan oleh Rasulnya cara beristinjak selain umat Islam. Umat siapa di
dunia ini yang cara bersinnya saja diatur selain umat Rasulullah Saw?
Islam adalah agama pribadi dan umat, agama yang mengatur politik kekusaan,
agama yang mengatur negara dan dunia, agama jihad tetapi juga agama kasih
sayang bagi seluruh alam, agama keadilan tetapi juga agamaihsân (berbuat
baik yang lebih dari sekedar adil). Islam tidak mengenal sekularisme. Islam
adalah agama politik tetapi politik yang jujur, adil dan kasih sayang.
Sebagaimana Islam melarang berbadan kotor, ia juga melarang perbuatan kotor
berupa maksiat, prilaku ribawi dan kezaliman.
Filosofi Kebersihan
Batin
Sebagaimana Islam sangat menekankan umatnya untuk
berpliraku bersih dalam kehidupan zahirnya, menghindari segala yang kotor dan
najis, Islam juga sangat mementingkan kebersihan batin. Menghindari segala yang
kotor baik berupa najis atau rijs. Kekotoran batin yang paling
pertama diperangi Islam adalah segala bentuk kesyirikan. Islam mengancam dengan
keras bahwa syirik adalah dosa yang tidak diampuni kecuali dengan bertaubat
sunguh-sungguh dan kembali ke pelataran iman yang suci dan murni. Untuk
mengantisipasi kotoran syirik ini Islam melarang dengan keras perdukunan,
syihir, penyembahan berhala. Lebih jauh dari itu Islam juga melarang melakukan
kebaikan atas dasar riya (pamer) karena merupakan syirik yang tersembunyi.
Rasulullah bersabda: "Akhwafu ma akhafu ala ummatii asyirkul
Ashgar." (Di antara yang paling aku takuti dari umatku adalah
syirik kecil [riya]).
Islam menghendaki umatnya untuk beramal dengan tulus
ikhlas semata-mata karena Allah Swt. Allah berfirman: "Wamaa
umiru illaa lya'budullaaha mukhlisinalahuddiin." (QS. Al-Bayyinah: 5)
(Tidaklah mereka diperintah kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan
penyembahan terhadap-Nya). Untuk mengantisipasi kesyirikan ini Rasulullah Saw mengajarkan
kita untuk selalu men-tajdid atau memperbaharuai iman dengan
mengucap, "Lâ ilâha illallâh". Beliau juga mengajarkan
sebuah doa untuk dilantunkan setiap pagi dan petang: "Allaahumma
innî a'ûdzubika min an usyrika bika syaian a'lamuhu wa astaghfiruka lmâ lâ
a'lamuh." (Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan
syirik yang aku ketahui maupun yang aku tidak ketahui).
Islam melarang perbuatan-perbuatan haram, karena
merupakan perbuatan kotor, rijs dan amalan setan. Allah
berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah,[2] adalah
rijs, termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan." (Al-Maidah: 90). Cukuplah ayat di
atas sebagai alasan mengapa perbuatan-perbuatan tersebut dilarang. Fitrah
manusia pasti membenci perbuatan-perbuatan yang kotor, keji dan perbuatan
syetan. Dan bagi seorang muslim, cukuplah baginya bahwa perbuatan-perbuatan
tersebut dilarang oleh Allah Swt.
Kotoran batin setelah syirik yang diperangi Islam
adalah maksiat. Maksiat dalam segala bentuknya, dari yang paling besar hingga
yang paling kecil. Rasulullah Saw telah mewanti-wantikabâir atau
dosa-dosa besar yang merupakan kekotoran yang menodai kesucian iman yaitu:
Sirik kepada Allah, membunuh, durhaka kepada orang tua, menuduh berzina, lari
dari medan pertempuran. Kemaskiatan berikutnya adalah prilaku kezaliman
terhadap manusia baik kepada skala individu hingga sekala bangsa dan umat.
Rasulullah pernah mengilustrasikan maksiat-maksiat
kecil bagaikan noda hitam yang menutupi cermin. Jika setiap kali noda itu
dihapus dengan istigfar, maka cermin itu akan tetap bersih. Tetapi jika
dibiarkan terus-menerus dan tidak dibersihakan, maka akan berubah menjadi
karatan yang susah dihilangkan. Itu dosa kecil, bagaimana lagi dengan dosa
besar yang memang adalah karatan. Yang ingin disampaikan bahwa maksiat itu
adalah noda dan kotoran. Dan cara membersihkannya adalah dengan istighfar dan
bertaubat.
Batin (hati) adalah sumber prilaku manusia. Raja bagi
anggota badannya. Jika hatinya baik maka prilakunya juga akan baik, dan jika
hati kotor maka prilakunya juga demikian. Hati adalah obyek yang dilihat oleh
Allah Swt. Bayangkanlah jika ternyata selama ini hati kita isi
dengan cinta yang berlebihan kepada dunia, kemaksiatan, khianat, kebencian,
permusuhan, riya' dan selalu ingin didengar, dan berbagai kekotoran hati
lainnya, lalu dengan apa kita akan menghadap Allah Swt di hari
akhirat kelak? Apa modal yang akan kita bawa padahal ibadah hati merupakan
syarat diterimanya ibadah lahir. Bukankah Rasulullah Saw bersabda: "Innallâha
lâ yanzhuru ilâ shuwarikum, walâ ilâ ajsâmikum walâkin yanzhuru ilâ
qulûbikum." (HR. Muslim)? (Sesungguhnya Allah tidak memandang
kepada badanmu, tidak juga kepada rupamu, tetapi ia memandang kepada hatimu).
Bayangkan jika shalat yang selama ini kita lakukan,
ternyata tidak pernah ikhlas, ingin dilihat, malas-malasan melakukannya dan
bahkan sangat jauh dari kekhusyukan. Apa yang bisa kita harapkan dari shalat
semacam ini. Allah meminta kita untuk khusyuk, namun pikiran dan hati kita
malah selalu mengingat perkara-perkara duniawi. Padahal Allah menyuruh kita
untuk menghadapkan wajah ke Kiblat agar hati kita menghadap kepada Allah dan
meninggalkan dunia di belakang punggung kita.
Demikianlah hati kita selalu dipenuhi dengan rijs, maka
tidak heran Allah mewajibkan kita untuk selalu meminta hidayah dalam setiap
shalat, (Ihdinash shirâtal mustqîm). Allah memerintahkan kita
untuk bertaubat dari segala dosa baik yang kita sadari ataupun tidak kita
sadari. Rasulullah mengajarkan kita untuk selalu banyak-banyak beristigfar.
Rasulullah bnerabda:"Aku beristigfar dalam sehari lebih dari 70 puluh
kali." Dalam riwayat lain 100 kali. Jika orang yang suci sepeti
Rasulullah Sawberistigfar sehari sebanyak seratus kali, apakah kita
mahluk yang penuh dengan kotoran zahir dan batin ini lengah dan lalai dari
minta ampun kepada Allah Swt? Pertanyaan ini semoga dapat
membangkitkan semangat kita untuk selalu membersihkan diri baik lahir maupun
batin. Sehingga bertemu dengan Allah dengan hati yang bersih "Illâ
man atallâha biqalbin salîm". Wallâhu a'lam.
[1] Syirik di sini sepeti menyembah berhala, pepohonan,
kuburan dengan memberi sesajen atau memohon pertolongan dan sebagainya karena
berkeyakinan bahwa benda-benda tersebut memiliki penghuni yang dianggap keramat
yang mampu berperan dalam mengatur alam.
[2] Al-Azlâm artinya anak panah
yang belum pakai bulu. Orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum
pakai bulu untuk menentukan apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau
tidak. Caranya ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu,
kemudian masing-masing anak panah ditulis dengan: "Lakukanlah",
"Jangan lakukan", dan anak panah ketiga tidak ditulis apa-apa,
diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. Bila mereka hendak
melakukan sesuatu Maka mereka meminta supaya juru kunci ka'bah mengambil sebuah
anak panah itu. Terserahlah nanti apakah mereka akan melakukan atau tidak
melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. Kalau
yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, Maka undian diulang sekali
lagi. Pebuatan yang sama atau mirip dengan perbuatan mengundi nasib ini
dilarang oleh Islam.